Selamat Datang di Kawasan Penyair Kotaku Manis Terima Kasih Kunjungan Anda

Jumat, 05 November 2010

Kayla Untara


Kayla Untara (Muhammad FR.) ini, nongol di dunia pada tanggal 22 September di Kandangan atau tepatnya di desa Hamalau. Ayahnya (Ch. Abadi atau lebih dikenal dengan panggilan Om Uril…) adalah seorang budayawan asli dari ‘Yogya’-nya Kalsel.
Lelaki yang menyukai warna hitam ini mulai aktif berkesenian sejak duduk di bangku SD. Seabrek prestasi telah diboyongnya. Sejak umur 9 tahun-an (sewaktu ia masih kelas 3 SD), hingga memasuki bangku STM dia beberapa kali meraih juara 1 dalam lomba baca/deklamasi puisi se-banua lima maupun tingkat propinsi, pernah menjadi salah satu perwakilan Kalsel dalam lomba lukis tingkat SMP se-Indonesia di Surabaya. Pernah mengikuti festival theater se-Indonesia Timur di Banjarmasin, terlibat dalam berbagai pergelaran theater baik di Banjarmasin maupun di kota lainnya bersama sanggar posko la-Bastari. Sewaktu masih di STM, pernah mengikuti lomba theater se-banua lima (ketika itu ia sebagai sutradara sekaligus pemain) dalam rangka Rampai Muharram di Kandangan, dan dia membawa sekolahnya sebagai peraih juara satu.
Selain seabrek prestasi di atas, pemuda yang hobi melukis karikatur ini juga aktif menulis sejak awal tahun 2000 hingga sekarang. Sejumlah tulisannya baik berupa puisi, cerpen, dan artikel pernah dimuat di tabloid Gerbang, SKH Banjarmasin Post, SKH Radar Banjarmasin, SKH Media Kalimantan dan SKM Serambi Ummah. Sering mengikuti diskusi dan workshop penulisan cerpen baik di Banjarmasin maupun di Kandangan. Mengikuti pertemuan kongres cerpen (se Indonesia Timur?) di Banjarmasin. Puisi dan cerpennya juga telah dibukukan dalam beberapa antologi bersama semisal dalam buku La Ventre de Kandangan, Orkestra Wayang (kumcer), dan Do’a Pelangi Di Tahun Emas (Antologi puisi). Saat ini juga aktif berbagi tulisan baik puisi, cerpen, dan catatan ringan di media jejaring sosialnya (facebook) serta blog pribadinya dengan nama yang sama (e-mail; kayla.untara@rocketmail.com). Prestasinya dalam dunia tulis menulis yang baru-baru ini diterimanya adalah menjadi nominasi terbaik kedua dalam lomba penulisan cerpen bahasa banjar di tahun 2010 dalam rangka aruh sastra Kalimantan Selatan VII di Tanjung dan nominasi terbaik kedua dalam lomba penulisan puisi yang diselenggarakan FLP Banjarmasin beberapa waktu lalu.
“Jangan sampai terlambat mengatakan sesuatu” katanya. Seorang ayah yang sedang menantikan buah hati yang kedua ini sekarang menetap di . Jl. Trikesuma. Kampung Qadi Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah bersama mantan pacar dan putra tercintanya.


Sajak: Sisa Airmata Berkarat…

(Dedikasi buat Ibnu Hajar)

merah yang tececer di sudut rumah
menyebarkan remah jelaga jiwa yang terluka…

cucur airmata mengalir
membasuh wajah-wajah berdaki
sekenanya, tubuh tertikam bedil senapan
rumput rebah mengalir darah

kau yang terbuang
di anggap anak jadah negeri
yang lahir dari rahim ibu pertiwi
yang dikala tubuhmu berlumur penuh lumpur juang
semuanya usang, menyisakan perlawanan…

kau yang di cap khianat
tergerus oleh gerigi rasionalisasi birokrasi
para elit pejabat kaum bejat!
menyisakan airmata berkarat

kau yang dituding pemberontak
beribu kecewa kau sandang di pundak
dingin, menyembilu kalbu…

merah yang tececer di sudut rumah
hitam pekat kala ragamu di ambang sekarat!


Sajak : Sketsa tak bernyawa


dan....
ketika bumi menghentak dalam irama tari...
ketika rumah dan gedung roboh
menggapit diri...
ketika jerit terjepit hanya suara bisu
dalam bahasa diam...
ketika nyata menjelma baka
kurasa,
itulah waktu persandingan umur dengan kubur

ya, sahabat
mungkin kelak,
di mana tubuh kaku
terpaku dalam kotak kayu
sempit membelenggu
diantara tanah liat dan batu-batu

kelak,
dimana yasin menjadi ayat cinta para pelayat...

saat itu,
semua tanya punya jawab
setiap raga punya kata

dan...
benar kata Ibram!

jika kelak aku telah menjadi mayat
bukan malaikat
bukan pula para kerabat
jua bukan teman dekat
tapi aku ingin engkau
yang pertama melayat...

Rabu, 21 Januari 2009

Ahmad Husaini


Lahir di Angkinan, Kandangan , 18 Nov 1979. Mulai menulis sejak 1996 saat masih di MAN 2 Kandangan. Karyanya dimuat antara lain di BBC London siaran Bahasa Indonesia, Radio Australia, RRI Nusantara II Banjarmasin, SKM Media Masyarakat, Gawi Manuntung, Banjarmasin Post, Radar Banjarmasin, Buletin Beritahifi Jakarta, Tabloid Bola, Gerbang, Gaya Hidup Sehat. Kegiatan sastra pernah mengikuti diskusi Bulan Sastra Hijaz Yamani dalam pergaulan Sastra (2003), Aruh Sastra I Kalsel di Kandangan (2004), Workshop Penulisan Cerpen KCI V Indonesia di Banjarmasin (2007), Aruh Sastra IV Kalsel di Amuntai (2007), Aruh Sastra V Kalsel di Balangan (2008).


Lamunan Syahdu

Di hari yang indah kutulus mengadu
Saat ketumpulan berfilsafat di wilayah yang muram
Tetesan api penderitaan yang tak tentu
Bersimbah darah kedurjanaan
Antara lautan kesombongan
Dan sungai keangkuhan
Berlumur dengan tangisan pilu
Yang menantikan rembulan di batas lara
Dn lamunan syahdu yang tak kunjung sirna

Kandangan, 10 NOV 2008


Suatu Sore Di Sebuah Kafe

Datang melangkah melewati celah
Di antara bangunan tua
Terdengar hingar-bingar musik dansa
Ada sejuta tingkah mengeluh
Saat menatap langit yang mulai merajut
Tampak gerak-gerik lembut lalui pandangan itu
Dalam satu irama kegelisahan
Terdengar sumpah serapah yang bertaut
Ditemani aroma kenikmatan tabu
Langkah demi langkah
Merebak dalam cerita klasik yang resah
Seiring rasa kelu yang dalam
Berbenturan dengan sunyi di pelataran kelam

Kandangan, 18 Feb 2008



Aku Ingin

Malam ini benar-benar terus sunyi
Jalan hidup terasa terjal menghadang
Aku sudah bosan untuk berontak
Ingin pergi ke tempat yang sepadan
Tak lagi dalam lesakan ketidakpastian

Kandangan, 25 Mei 2004


Sejarah Langkah

Embun pagi datang membawa ratapan sayu
Saat asap-asap kehidupan mulai menerpa
Langkah kaki siap menuntas hati
Jangan abaikan jalan ini
Karena kita akan melewati
Dengan seribu senyuman
Atau berjuta kepiluan hati
Dengarkan rapat dunia
Biarkan tak seperti mereka
Namun kita di sini merasa damai sentosa

Kandangan, 10 Sep 2008


Melabuh Rindu

Melabuh rindu di dirimu adalah sebuah keharusan
Yang terpatri rapi dalam imaji diri
Haruskah kalah dalam bersaing
Yang tak ada desing
Berbaur dengan krharuan asmara bening

Kandangan, Okt 2007

Minggu, 29 Juni 2008

Burhanuddin Soebly


Lahir di Kandangan, 12 Januari 1957. Menulis sejak 1979. Publikasi karyanya antara lain di media cetak : Banjarmasin Pot,Media Masyarakat, Berita Nasional (yogya),Pelita (Jakarta),Berita Buana (Jakarta),dan lain –lain.Antologi Puisinya : Palangsaran (1982),Patilarahan (1987) daqn Ritus Puisi (2000). Antologi bersama Puisi Indonesia 87 ( DKJ,TIM Jakarta 1987), dan Pertival PuisiXIII (PPIA-FASS, Surabaya, 1992 ). Tiga novelnya, Reportasi Rawa Dupa,Seloka Kunang-Kunang, dan Konser Kecemasan, merupakan Pemenang II Sayembara Penulisan Cerita Bersambung Majalah Femina Tahun 1997,1998, dan 2001. Novelnya yang lain antara lain :Biru Langit, Biru Hati ( B.Post,1979), Serenada Tnaha Bencana (B.Post,1991 dan lain – lain.Dia aktif di dunia teater. Bersama kelompok teaternya La Bastari, telah bergelar dan mengikuti Festival Pertunjukan Rakyat Tingkat Nasional,Festival Teater Anak ,di beberapa kota Indonesia. Pernah mengikuti Pesta Gendang Nusantara 6 di Malaka, Malaysia (2003). Banyak naskah teater yang ditulisnya antara lain : Parantunan (1983), Kembang Darah (1983, Roh Bukit Kehilangan Bukit (2000) dan Repoertoar Roh Bukit (2002 ).

Ziarahmalammelaka

“persiaran malam ini
jejakperistiwalama …”
Mei Lan memandu perjalanan
tapi Melaka Cuma kaca
dan dinding batu. Barangkali anak waktu
telah bergegas melepas susu ibu
dan myembunyikan jejak bapa
di mana Tuah ?
“jangan cakap pasal tu ..,” bisik
Mei Lan. Lampu-lampu muram
menjerat irama dansa.” Selagi berulit ni
di copeng telinga cakap sahaja gelora laut
setakat kapal belum karam dalam malam …”
cuma kaca
dan dinding batu. Bau rambut
membuat ruang susut. Dan sebentuki pualam
terpeta pada tilam
di mana Tuah ?
“Tun Tuah tu lagi bersama Putri Cina
mengayuh asmara di atas pusta … “
Mei Lan memandu perjalanan
peluh rinai
di rambut terurai. Selebihnya busa bir
meleleh perlahan di bibir cangkir
Melaka membunuh banua
Menguburbapa

Garden City
Malaka,2003. ( dari : La Ventre de Kandangan ).

Sabtu, 28 Juni 2008

Imraatul Jannah


Lahir di Kandangan, 2 Mei 1982. Masih meneruskan studinya di Pondok Pesantren Drussalam Martapura dan bergabung di Komunitas Kilang Sastra Batu Karaha Banjarbaru. Menulis puisi sejak tahun 1995,namun baru berani mempublikasikannya pada tahun 2000. Publikasi karyanya pada Untaian Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni di RRI Nusantara III Banjarmasin, Banjarmasin Post, Radar Banjarmasin dan Tabloid Budaya Serambi Ummah Banjarmasin. Antologi puisinya antara lain Epilog Hari Ini (2002), Jika Cinta Telah Menyapa (2004), antologi bersama antara lain Potret Tiga Warna (2000), Narasi Matahari (2002), Notasi Kota 24 Jam (2003), Bulan Ditelan Kutu (2004) dan Bumi Menggerutu (2005).Dalam menulis sering menggunakan nama pena Annisa.


Bulan yang Kehilangan Wajahnya


bulan yang kehilangan wajahnya, menangis diam-diam.
menatap sendu wajahnya yang gemetar di hadapanku
cakrawala ini masih juga menimang cinta. tapi
pengembaraan ini seperti seteru yang menimpas janjiku
pelan-pelan
burung-burung telah lama menanggalkan sayapnya, satu
demi satu. mengurai rinduku yang terselip di tebing-
tebing batu, dan membikin penanggalan-penanggalan
di taman makam waktu
oh, adakah cinta seperti bayang-bayang
Yang tak tergapai ?

(25012005)